Selamat Datang Pengunjung di Blog Kemuakhian Bandakh Lima - Way Lima...!

Minggu, 15 April 2012

ASAL-USUL MARGA WAY LIMA


Tokoh Masyarakat Lampung di Way Lima Tahun 1897

Marga WAY LIMA adalah salah satu Marga di Lampung yang beradat Sai batin dan termasuk Subsuku Lampung Peminggir Pemanggilan (Teluk Semaka Timur). Wilayah Marga Way Lima membentang dari Gunung Terang Kecamatan Bulok (Tanggamus), Pardasuka (Pringsewu), Kedondong, Way lima sampai Suka Marga Kecamatan Gedong Tataan (Pesawaran).


Dulu penamaan wilayah ini berdasarkan nama Way (sungai)yang mengalir di daerahnya masing-masing di antaranya : Way Bulok, Way Mincang, Way, Penengahan, Way Kedondong, Way Tabak, Way Awi, Way Padang Ratu dan lain-lain. Tetapi sejak Belanda Menetapkan nama-nama Kemargaan di Lampung sekitar tahun 1930-an untuk membentuk wilayah pemerintahan berbentuk "Negeri", maka diambillah nama "Way Lima" yang merujuk dari nama lima Way (sungai) yang airnya tidak surut sepanjang tahun walaupun kemarau panjang. Nama sungai-sungai tersebut antara lain adalah WAY BULOK, WAY MINCANG, WAY KEDONDONG, WAY TABAK dan WAY AWI.

Asal-usul nenek moyang lampung peminggir di daerah Way Lima adalah berasal dari Kerajaan Sekala Begha Kuno (Lamasa Kapampang, Tanoh Unggak) di sekitar belalau Lampung Barat yang dikenal dengan Buay Tumi. Setelah Islam masuk ke Sekala Begha kuno, maka penduduk belalau melakukan migrasi ke Batu Brak lalu ke Krui. Di Krui mereka menempati wilayah seperti Pedada, laay, Way Sindi, Bandar dan Tenumbang. Karena daerah Krui beberapa kali di serang oleh Bajak Laut (Bajau/Lanum) yang datang dari arah Barat (Lautan) dan Utara (Palembang), maka sebagian besar dari penduduknya memilih melakukan migrasi ke Teluk Semaka terutama Sekitar Kota Agung bagian Timur sampai daerah Cukuh Balak sekarang. Sebagian keturunannya meneruskan perjalanan dari Cukuh Balak ke Teluk Lampung, Way Handak (Darah Putih) dan Labuhan Maringgai (Melinting). Mungkin bergabung dengan keturunan dari buay-buay lain yang lebih dahulu ada di sana. 

Terdapat Lima Kelompok yang mendirikan sistem kepunyimbangan adat Sai Batin di daerah Cukuh Balak yang dikenal dengan "Bandakh". Karena terdapat Lima Kebandakhan tersebut, maka dikenal dengan "BANDAKH LIMA" diantaranya Seputih, Sebadak, Selimau, Sepertiwi dan Sekelumbayan. Didalam kebandaran terdapat beberapa Buay (Kelompok Keturunan) seperti : SEPUTIH (Buay Semenguk Humakhadatu Muara Way Tenumbang, Buay Semenguk Tamba Kukha Mandol, Buay Semenguk Hulu Dalung, Buay Semenguk Hulu Lutung, Buay Akhong Darah Putih , Buay Pematu Penggawa Lima dan Buay Pemuka), SEBADAK (Buay Tengklek Mesindi Olok Pandan), SELIMAU (Buay Tungau Pugung, Buay Babok Pugung dan Buay Khandau Pugung), SEPERTIWI (Buay Sekha/Sikha, Buay Samba dan Buay Aji Darah Putih) dan SEKELUMBAYAN (Buay Betawang, Buay Gagili Balau dan Buay Bakhuga). Kedatangan kelompok buay-buay tersebut tidak serta merta, tetapi datang bertahap sehingga kebandarannya terdapat dua : Bandakh Unggak (Hulu) dan Bandakh Doh (Hilir).

Sebagian besar keturunan Bandar Unggak banyak membuka daerah di pedalaman menjauhi pesisir laut, sehingga daerah-daerah yang baru tersebut menjadi cikal-bakal daerah yang sekarang dinamakan Way Lima, Gunung Alif dan Talang Padang. Terlebih sejak peristiwa Gunung krakatau meletus Tahun 1883, memaksa sebagian besar keturunannya pindah ke daerah yang telah di rintis tersebut. Maka lama kelamaan daerah yang baru tersebut semakin banyak penduduknya dan lebih berkembang di bandingkan daerah di pesisir pantai di Teluk Semaka bagian Timur karena dilalui jalan raya yang menghubungkan Teluk Betung dan Kota Agung yang dibangun oleh Belanda. Masa keemasan "Way Lima" terjadi sekitar tahun 1960-an sampai tahun 1980-an ketika hasil perkebunan dan pertanian menjadi mata pencarian utama dari penduduknya diantaranya cengkeh, lada, kopi dan padi yang didukung oleh adanya Pelabuhan Hasil Bumi di Teluk Betung. Diberitakan bahwa dulu harga 1 Kg Cengkeh seharga 1 Gram emas. Sehingga penduduk Wilayah Marga Way Lima menjadi salah satu penduduk Lampung yang terkaya waktu itu.